Amsal
1
Tujuan kumpulan kata bijak ini disusun
Inilah kumpulan kata-kata bijak dari Salomo anak Daud, raja Israel.
Nasihat-nasihat ini ditulis untuk mengajarkan cara hidup yang bijaksana
serta memberi pengalaman dengan memahami kata-kata bijak yang penuh makna,
agar orang memperoleh didikan tentang cara bersikap bijaksana
dan hidup dengan benar, adil, dan jujur.
Nasihat-nasihat ini memberi pengajaran bagi orang yang tidak berpengalaman* tidak berpengalaman Frasa ‘tidak berpengalaman’ dalam kitab ini menerjemahkan kata Ibrani yang mengandung arti luas, antara lain berwawasan sempit, naif, tidak tahu banyak tentang kehidupan, dan sejenisnya. agar lebih berwawasan,
dan memberi pengetahuan bagi orang muda agar dapat mengatur hidupnya dengan bijaksana.
 
Mari, siapa yang bijaksana, dengarkanlah nasihat ini agar kamu semakin bijak.
Dan yang berpengertian, tambahlah pengalaman lewat tulisanku
agar kamu dapat menyelami makna peribahasa, perumpamaan, petuah, dan teka-teki
yang ditulis oleh orang-orang bijak lain.
 
Sikap hormat dan takut akan TUHAN adalah cara yang pertama dan terutama untuk menjadi bijak,
tetapi orang-orang bebal orang-orang bebal Di dalam Alkitab, khususnya di kitab Mazmur, Amsal, dan Pengkhotbah, ‘bebal’ atau ‘bodoh’ adalah lawan kata dari ‘bijaksana’. Bijaksana secara umum diartikan sebagai tahu bagaimana bersikap dan bertindak benar, serta bersedia belajar. Arti bebal adalah kebalikannya. Ciri sifat bebal antara lain: keras kepala, sering bertindak bodoh, tidak mau menerima pendapat, merasa diri benar, dan cepat marah. tidak menghargai kebijaksanaan dan tak mau diajar.
Nasihat Salomo kepada anaknya untuk hidup bijaksana
Anakku, dengarkanlah nasihat ayahmu,
dan jangan tinggalkan didikan ibumu.
Karena nasihat dan didikan orangtuamu ibarat mahkota yang akan membuat engkau dihormati,
dan seperti kalung peringatan yang menuntun langkah hidupmu.
 
10 Anakku, janganlah tergoda bila orang berdosa membujukmu mengikuti perbuatan mereka!
11-14 Orang jahat berkata, “Bergabunglah dengan kami.
Kita akan membagi rata semua harta yang kita rampas!
Rumah-rumah kita akan penuh dengan hasil jarahan!
Mari kita mengintai orang dan menyerang mereka diam-diam
lalu merampas seluruh harta benda mereka!
Tak usah pikirkan alasannya.
Musnahkan saja walau mereka tak bersalah.
Kita akan menelan mereka hidup-hidup,
seakan melempar mereka bulat-bulat ke dalam Syeol.” Kej. 37:35
 
15 Anakku, jangan mengikuti jalan hidup mereka!
Jauhkan dirimu dari perbuatan mereka.
16 Orang-orang itu cepat berbuat jahat
bahkan tak segan-segan menumpahkan darah.
17-19 Namun, sesungguhnya keserakahan mereka bagai perangkap
yang akan membunuh mereka sendiri.
Burung pun tidak akan masuk perangkap kalau melihat jaring dipasang di depan matanya,
tetapi orang-orang semacam itu memasang jerat untuk diri sendiri.
Perbuatan mereka seperti senjata makan tuan.
 
Hikmat ibarat guru yang memanggil manusia
20 Hikmat Hikmat Mulai ayat ini dan sampai ayat 33, Raja Salomo menggunakan gaya bahasa personifikasi— artinya, hikmat digambarkan seperti seorang figur yang melakukan berbagai peran layaknya manusia. Personifikasi serupa dipakai lagi di beberapa perikop dalam pasal 3-4 dan 8-9. Untuk setiap personifikasi, TSI menggunakan huruf H kapital pada kata ‘Hikmat’ guna mencerminkan hikmat seperti suatu pribadi. Dalam kitab Amsal dan Pengkhotbah, Salomo menekankan agar manusia mencari ‘kebijaksanaan’, baik dengan berpikir, belajar dari orang lain, maupun lewat pengalaman. Namun, meski seakan didapat dengan cara-cara yang alamiah, Alkitab menegaskan bahwa sebenarnya segala kebijaksanaan berasal dari Allah (Ams. 2:6). Demi kejelasan, TSI membedakan penggunaan kata ‘hikmat’ dan ‘kebijaksanaan’. ‘Hikmat’ dipakai dalam dua konteks: 1) Ketika suatu pemikiran bijaksana didapat manusia dengan cara ajaib atau inspirasi langsung dari Allah (Kis. 6:10; 9:22). 2) Ketika menerjemahkan personifikasi hikmat sebagai suatu figur/pribadi. Sebaliknya, kata ‘kebijaksanaan’ digunakan ketika ayat berbicara tentang sikap bijaksana yang didapat dengan cara alamiah. Kedua istilah tersebut juga dapat dipakai sebagai sifat Allah sendiri (Ams. 3:19-20). ibarat seorang guru yang berseru di jalan-jalan,
di tempat-tempat umum dia memanggil-manggil orang untuk mendengarkannya.
21 Di persimpangan jalan dia berteriak mengundang orang banyak,
dan di pintu-pintu gerbang dia mengumumkan dengan lantang. Katanya,
22 “Hai orang-orang yang tidak berpengalaman, sampai kapan kalian senang tinggal dalam kebodohanmu?
Hai para pengejek, sampai kapan kalian senang menghina orang?
Dan orang-orang bebal, apakah kalian mau tetap menolak pengetahuan?
23 Bila kalian mau berbalik dan memperhatikan teguranku,
kepadamu aku akan melimpahkan pengajaran-pengajaran dari hatiku.”
 
24 Tetapi Hikmat itu juga ibarat guru yang mengeluh,
“Ketika aku memanggil, kalian tidak mau mendengar.
Ketika aku mengulurkan tangan untuk memberimu pertolongan, kalian tidak memperhatikan.
25 Kalian mengabaikan semua nasihatku
dan menolak semua teguranku.
26-27 Kelak malapetaka akan menyerbu kalian
seperti badai dan angin topan,
dan bencana yang kalian takutkan akan menimpamu
sehingga kalian sangat terjepit dan menderita.
Pada saat itu aku akan tertawa getir atasmu,
karena sebelumnya kalian tidak mau mendengar ajaranku yang dapat menyelamatkanmu.
 
28 “Ketika itu, kalian akan berteriak minta tolong kepadaku, tetapi aku tidak akan menjawab.
Dengan cemas kalian akan mencari aku ke sana kemari, tetapi tidak akan menemukanku.
29 Mengapa? Karena kalian membenci pengetahuan
dan sudah memilih untuk tidak takut akan TUHAN.
30 Kalian menolak nasihatku
dan meremehkan teguranku.
31 Itu sebabnya kalian akan menanggung akibat perbuatanmu sendiri.
Jalan hidup yang kalian pilih membuatmu mual, seperti orang mau muntah karena kekenyangan.
32 Orang yang tak berpengalaman akan ikut jalan sesat lalu binasa.
Orang bebal akan hancur karena merasa paling benar dan tak mau memperhatikan teguran.
33 Tetapi orang yang mendengarkan aku akan hidup tenteram.
Mereka tak perlu cemas akan bahaya.”

*1:4 tidak berpengalaman Frasa ‘tidak berpengalaman’ dalam kitab ini menerjemahkan kata Ibrani yang mengandung arti luas, antara lain berwawasan sempit, naif, tidak tahu banyak tentang kehidupan, dan sejenisnya.

1:7 orang-orang bebal Di dalam Alkitab, khususnya di kitab Mazmur, Amsal, dan Pengkhotbah, ‘bebal’ atau ‘bodoh’ adalah lawan kata dari ‘bijaksana’. Bijaksana secara umum diartikan sebagai tahu bagaimana bersikap dan bertindak benar, serta bersedia belajar. Arti bebal adalah kebalikannya. Ciri sifat bebal antara lain: keras kepala, sering bertindak bodoh, tidak mau menerima pendapat, merasa diri benar, dan cepat marah.

1:11-14 Kej. 37:35

1:20 Hikmat Mulai ayat ini dan sampai ayat 33, Raja Salomo menggunakan gaya bahasa personifikasi— artinya, hikmat digambarkan seperti seorang figur yang melakukan berbagai peran layaknya manusia. Personifikasi serupa dipakai lagi di beberapa perikop dalam pasal 3-4 dan 8-9. Untuk setiap personifikasi, TSI menggunakan huruf H kapital pada kata ‘Hikmat’ guna mencerminkan hikmat seperti suatu pribadi. Dalam kitab Amsal dan Pengkhotbah, Salomo menekankan agar manusia mencari ‘kebijaksanaan’, baik dengan berpikir, belajar dari orang lain, maupun lewat pengalaman. Namun, meski seakan didapat dengan cara-cara yang alamiah, Alkitab menegaskan bahwa sebenarnya segala kebijaksanaan berasal dari Allah (Ams. 2:6). Demi kejelasan, TSI membedakan penggunaan kata ‘hikmat’ dan ‘kebijaksanaan’. ‘Hikmat’ dipakai dalam dua konteks: 1) Ketika suatu pemikiran bijaksana didapat manusia dengan cara ajaib atau inspirasi langsung dari Allah (Kis. 6:10; 9:22). 2) Ketika menerjemahkan personifikasi hikmat sebagai suatu figur/pribadi. Sebaliknya, kata ‘kebijaksanaan’ digunakan ketika ayat berbicara tentang sikap bijaksana yang didapat dengan cara alamiah. Kedua istilah tersebut juga dapat dipakai sebagai sifat Allah sendiri (Ams. 3:19-20).