9
Allah dan orang Israel
1-3 Sekarang saya mau menyatakan betapa sedihnya hati saya karena bangsa saya sendiri. Kristuslah saksinya, bersama Roh Kudus yang bekerja dalam nurani saya, bahwa saya tidak berbohong. Saya sungguh-sungguh sedih melihat mereka begitu keras kepala terhadap Kabar Baik tentang Kristus. Saya bahkan pernah berpikir, “Andai saja saya bisa menjadi kurban bahkan binasa agar mereka selamat.” Sungguh sayang sekali jika mereka harus binasa karena menolak Kristus, padahal merekalah bangsa Israel yang sudah dipilih Allah dan diangkat menjadi anak-Nya. Dia pun sudah menyatakan kemuliaan-Nya kepada mereka, meneguhkan janji-janji-Nya yang luar biasa dengan mereka, serta memberikan hukum Taurat kepada mereka— di dalamnya termasuk aturan-aturan untuk menyembah Allah di rumah-Nya, dan janji-janji tentang masa depan mereka. Mereka adalah orang Yahudi, keturunan bapa-bapa leluhur yang dipilih Allah. Mereka jugalah yang menjadi saudara sebangsa Kristus secara jasmani di bumi ini, meskipun Kristus adalah Allah atas segala sesuatu. Terpujilah Dia selama-lamanya. Amin.
Meski demikian, Allah tidak akan mengingkari janji-Nya, karena sebenarnya janji itu diberikan hanya kepada orang Israel yang sesungguhnya, yaitu umat Allah secara rohani, bukan berdasarkan keturunan jasmani. Sadarilah bahwa tidak semua orang yang lahir dari bangsa Israel diperhitungkan Allah sebagai umat-Nya yang sejati, dan tidak semua keturunan Abraham menjadi anggota keluarga Allah. Sebagaimana yang sudah Dia janjikan kepada Abraham, “Hanya keturunan Isaklah yang akan disebut keturunanmu.” Kej. 21:12; Ibr. 11:18 Artinya, tidak semua keturunan jasmani Abraham diperhitungkan Allah sebagai anak-anak Abraham. Allah menepati janji yang hanya diberikan kepada keturunan Abraham yang sudah Dia pilih sebagai anak-anak Abraham yang sesungguhnya. Mereka itulah yang dianggap sebagai keluarga Allah.* keluarga Allah Secara harfiah, kedua kata ini adalah ‘anak-anak Allah’. Dalam PL, bangsa Israel disebut ‘anak (tunggal) Allah’, ‘anak sulung Allah’, juga ‘anak-anak Allah’ (Kel. 4:22-23; Yes. 1:2; Hos. 1:10). Bangsa Israel diangkat menjadi anak-anak Allah sehingga Dia menyelamatkan dan memilih mereka sebagai keluarga-Nya (Ul. 14:1-2). Karena Allah berjanji kepada Abraham, “Tahun depan pada bulan yang sama seperti ini, Aku akan kembali dan Sara sudah mempunyai seorang anak laki-laki.” Kej. 18:10, 14
10 Contoh yang sama juga pernah terjadi pada Ribka, ketika dia mengandung anak kembar dari Isak, nenek moyang kita. 11-13 Sebelum kedua anak itu lahir, Allah sudah memberitahukan kepada Ribka, “Keturunan dari anak yang lebih tua akan melayani keturunan dari anak yang lebih muda.” Kej. 25:23 Allah mengatakannya sebelum kedua anak itu melakukan perbuatan baik ataupun jahat. Hal ini sesuai dengan yang tertulis dalam Kitab Suci, “Aku akan mengasihi Yakub tetapi membenci Esau.” Mal. 1:2-3 Dengan begitu, jelaslah bahwa Allah menentukan dan memilih manusia menurut rencana-Nya, bukan berdasarkan perbuatan mereka.
14 Jadi, apa yang kita pelajari dari kedua contoh tadi? Apakah itu artinya Allah tidak adil kepada manusia? Sama sekali tidak! 15 Karena Allah berhak memilih siapa saja. Seperti yang dikatakan-Nya kepada Musa, “Kalau Aku ingin berbelas kasihan kepada siapa pun, Aku akan berbelas kasihan kepadanya. Dan kalau Aku ingin berbaik hati kepada siapa pun, Aku akan berbaik hati kepadanya.” Kel. 33:19 16 Berarti, keputusan Allah tidak bergantung pada kemauan atau usaha manusia, tetapi hanya pada kebaikan hati Allah. 17 Contohnya, dalam Kitab Suci Allah berkata kepada raja Mesir, “Aku menjadikan kamu raja hanya dengan maksud supaya semua orang di dunia ini mengenal Aku melalui kuasa besar yang Aku nyatakan kepadamu.” Kel. 9:16 LXX 18 Jadi, jelaslah bahwa ada orang-orang yang Allah buat menjadi keras kepala, dan ada orang-orang yang Dia pilih untuk diberi belas kasihan. Semua itu terjadi sesuai kehendak-Nya saja.
19 Nah, tentu akan ada yang bertanya kepada saya, “Kalau Allah yang mengatur siapa-siapa yang menjadi keras kepala atau tidak, maka bukan salah kita bila kita keras kepala!” 20 Tetapi kita tidak boleh berkata seperti itu! Kita hanyalah manusia, dan manusia tidak berhak menyalahkan keputusan Allah. Ibarat bejana keramik tidak berhak menyalahkan tukang keramik yang membuatnya! Maksud saya, sebuah bejana tidak berhak berkata, “Seharusnya engkau tidak boleh membentuk aku seperti ini!” 21 Tukang keramik berhak membentuk bejana sesuai keinginannya. Dari tanah liat yang sama, dia bisa membuat bejana khusus untuk hal istimewa ataupun bejana biasa untuk keperluan sehari-hari.
22 Demikian juga dengan Allah. Dia berhak untuk menunjukkan kuasa-Nya dan menyatakan murka-Nya atas dosa manusia. Dia berhak untuk menyelamatkan siapa pun yang Dia kehendaki. Allah juga berhak untuk panjang sabar kepada orang-orang yang membuat-Nya marah, yaitu orang-orang yang sudah Dia siapkan untuk dibinasakan. 23-24 Dan Allah pun berhak untuk bekerja dengan sabar bagi orang-orang yang sudah dipilih dan disiapkan-Nya untuk menerima belas kasihan, yaitu kita yang akan melihat betapa limpah dan mulianya belas kasihan Allah itu! Karena Dia sudah memilih kita, baik orang Yahudi maupun bukan. 25 Hal itu sesuai dengan tulisan nabi Hosea tentang orang yang bukan Yahudi,
“Kepada orang yang dulu tidak termasuk umat kepunyaan-Ku,
Aku akan berkata, ‘Kalian adalah umat-Ku.’
Dan kepada bangsa yang dulu tidak Aku kasihi,
Aku akan berkata, ‘Aku mengasihi kalian.’ ” Hos. 2:23
26 “Kepada penduduk setiap daerah di mana Aku pernah berkata,
‘Kalian bukan umat-Ku,’
di situ juga penduduknya akan disebut ‘anak-anak Allah yang hidup.’ ” Hos. 1:10
27 Sebaliknya, Nabi Yesaya pernah bernubuat tegas tentang bangsa Israel, katanya,
“Biarpun jumlah orang Israel sebanyak pasir di pantai,
tetapi hanya sedikit yang akan selamat.
28 TUHAN akan mempercepat penyelesaian keputusan itu, agar pelaksanaan hukuman atas seluruh penduduk bumi dipersingkat dan tetap adil.” Yes. 10:22-23 LXX
29 Dalam ayat lain Yesaya bernubuat lagi tentang orang Yahudi,
“TUHAN Panglima Semesta
hanya mengizinkan sebagian kecil dari bangsa kita untuk diselamatkan.
Kalau tidak begitu,
kita semua dibinasakan seperti penduduk Sodom,
dan bernasib sama seperti penduduk Gomora.” Yes. 1:9 LXX
30 Jadi, apa yang kita pelajari dari semua itu? Kesimpulannya sebagai berikut: Dahulu, orang yang bukan Yahudi memang tidak mencari Allah dan tidak berusaha untuk menjadi benar di mata-Nya. Tetapi sekarang, melalui percaya penuh kepada Kristus, terbukalah kesempatan bagi mereka untuk menjadi benar di mata Allah. 31 Sebaliknya, orang Yahudi memang sudah berusaha keras untuk menjadi benar di mata Allah dengan menjalankan hukum Taurat, tetapi mereka tidak berhasil. 32 Mengapa tidak berhasil? Karena mereka menolak untuk percaya penuh kepada Allah dan malah berusaha membenarkan diri di hadapan-Nya dengan usaha sendiri, yaitu menaati hukum Taurat. Mereka jatuh tersandung pada batu sandungan 33 yang disebutkan dalam Kitab Suci,
“Perhatikanlah, Aku sedang meletakkan sebuah Batu di Sion
yang akan membuat orang tersandung,
yaitu Batu besar yang akan membuat orang jatuh.
Tetapi setiap orang yang percaya penuh kepada Dia
tidak akan kecewa.” Yes. 8:14; 28:16 LXX

9:7 Kej. 21:12; Ibr. 11:18

*9:8 keluarga Allah Secara harfiah, kedua kata ini adalah ‘anak-anak Allah’. Dalam PL, bangsa Israel disebut ‘anak (tunggal) Allah’, ‘anak sulung Allah’, juga ‘anak-anak Allah’ (Kel. 4:22-23; Yes. 1:2; Hos. 1:10). Bangsa Israel diangkat menjadi anak-anak Allah sehingga Dia menyelamatkan dan memilih mereka sebagai keluarga-Nya (Ul. 14:1-2).

9:9 Kej. 18:10, 14

9:11-13 Kej. 25:23

9:11-13 Mal. 1:2-3

9:15 Kel. 33:19

9:17 Kel. 9:16 LXX

9:25 Hos. 2:23

9:26 Hos. 1:10

9:28 Yes. 10:22-23 LXX

9:29 Yes. 1:9 LXX

9:33 Yes. 8:14; 28:16 LXX