6
Anak Domba membuka ke enam materai yang pertama
Saya memperhatikan ketika Anak Domba itu membuka yang pertama dari tujuh meterai. Saya mendengar salah satu dari keempat makhluk itu berteriak dengan suara bergemuruh, “Mari!” Saya melihat dan tampak ada seekor kuda berwarna putih. Pengendaranya memegang sebuah busur. Di atas kepalanya terdapat sebuah mahkota, dan dia mengendarai kudanya menuju peperangan agar dia bisa beroleh kemenangan.
Ketika Dia membuka materai yang kedua, saya mendengar mahkluk yang kedua berkata, “Mari!” Keluarlah seekor kuda yang lain dan berwarna merah. Penunggangnya mendapatkan sebilah pedang besar, dan kuasa untuk mengambil rasa damai dari bumi agar setiap orang akan saling membantai.
Ketika Dia membuka materai yang ketiga, saya mendengar mahkluk yang ketiga berkata, “Mari!” Saya menatap dan melihat seekor kuda berwarna hitam. Penunggangnya memegang sebuah timbangan di atas tangannya. Aku mendengar sebuah suara yang tampaknya berasal dari antara keempat mahkluk yang berkata, “Satu liter gandum atau tiga liter jelai membutuhkan upah sehari. Tetapi jangan merusak minyak atau anggur.*Menunjukkan betapa kondisi dunia yang kelaparan karena harga-harga bahan pokok yang sangat tinggi.
Ketika Dia membuka materai yang ke empat, Aku mendengar mahkluk yang keempat berkata, “Mari!” Saya melihat dan menatap seekor kuda yang berwarna pucat. Penunggangnya bernama Kematian, dan HadesHades — kata Yunani untuk kuburan, tempat orang mati. mengikuti dia. Mereka menerima otoritas atas seperempat bagian bumi untuk membunuh penduduknya dengan pedang, kelaparan, wabah penyakit dan binatang-binatang liar.
Ketika Dia membuka materai ke lima, saya melihat di bawah mezbah adalah merekaMereka. Dalam bahasa aslinya, kata itu berarti “kehidupan”, sering diterjemahkan sebagai “jiwa.” Namun, konsep Alkitab tentang “jiwa” merujuk pada orang yang hidup (misalnya Kejadian 2:7) dan dapat mati (Yehezkiel 18:20) dan bukan roh tanpa tubuh dari pemikiran Helenistik. Seperti banyak aspek dalam Wahyu, fakta bahwa para martir yang mati ini harus berbicara adalah simbolis daripada literal. yang terbunuh karena pengabdian mereka kepada firman Allah dan kesetiaan mereka sebagai saksi Kristus. 10 Mereka berseru, “Berapa lama lagi, Tuhan yang kudus dan benar, sebelum Engkau menghakimi dan memberi keadilan kepada mereka yang masih hidup di bumi yang membunuh kami?” 11 Kepada setiap mereka diberikan jubah berwarna putih, dan mereka diminta untuk menunggu dengan sabar sedikit lebih lama sampai jumlah mereka sudah tercapai, yaitu saudara-saudari seiman mereka yang juga akan mengalami hal yang sama seperti mereka.
12 Ketika Anak Domba itu membuka materai yang ke enam, terjadilah gempa bumi yang sangat dahsyat. Matahari berubah menjadi hitam seperti pakaian berkabung, dan seluruh bulan berubah warna menjadi merah seperti darah. 13 Bintang-bintang di langit jatuh ke atas bumi seperti buah ara yang belum matang yang jatuh dari pohon karena diguncang oleh angin yang kencang.
14 Langit menghilang seperti kitab yang tergulung, dan semua gunung-gunung dan pulau-pulau bergeser dari tempat mereka. 15 Seluruh raja-raja di bumi, pemimpin-pemimpin terhebat, orang-orang terkaya, yang berkuasa, dan seluruh penduduk bumi, baik budak maupun orang merdeka, menyembunyikan diri mereka di gua-gua dan di celah-celah batu di pegunungan. 16 Mereka berseru kepada pegunungan dan batu-batu yang di sana, “Jatuhlah menimpa kami! Sembunyikanlah kami dari hadapan Dia yang duduk di atas tahkta, dan dari penghakiman yang akan dilaksanakan oleh Anak Domba. 17 Sebab hari yang mengerikan sudah tiba, yaitu hari penghakiman mereka, dan siapa yang bisa bertahan?”

*6:6 Menunjukkan betapa kondisi dunia yang kelaparan karena harga-harga bahan pokok yang sangat tinggi.

6:8 Hades — kata Yunani untuk kuburan, tempat orang mati.

6:9 Mereka. Dalam bahasa aslinya, kata itu berarti “kehidupan”, sering diterjemahkan sebagai “jiwa.” Namun, konsep Alkitab tentang “jiwa” merujuk pada orang yang hidup (misalnya Kejadian 2:7) dan dapat mati (Yehezkiel 18:20) dan bukan roh tanpa tubuh dari pemikiran Helenistik. Seperti banyak aspek dalam Wahyu, fakta bahwa para martir yang mati ini harus berbicara adalah simbolis daripada literal.